Tangselmu.id, Magelang – Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Hikmah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, mengomentari polemik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa bumi dan bangunan berpenghuni tidak layak dikenakan pajak berulang.
Busyro mengatakan bahwa fatwa Pajak Berkeadilan yang dikeluarkan MUI bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mereformasi perpajakan agar menimbulkan keadilan bagi masyarakat.
“Ini kesempatan emas Presiden dengan Menteri (Keuangan) barunya untuk membongkar politik perpajakan, bersama masyarakat sipil, kampus, periset,” jelasnya saat ditemui awak media pada Tabligh Akbar Milad ke 113 Muhammadiyah di Bandongan, Magelang, Jawa Tengah, Ahad (30/11/2025).
Busyro menekankan bahwa tidak hanya Pajak Bumi Bangunan, melainkan seluruh jenis pajak yang harusnya direformasi. Menurutnya, jika reformasi perpajakan tidak dilakukan, hal tersebut dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.
Busyro menyinggung kasus rencana kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) di Pati hingga 250 persen, yang beberapa waktu lalu memicu demonstrasi besar-besaran menuntut Bupati Pati mundur.
“Kalau ini tidak segera, dikhawatirkan rakyat akan menjadi korban terus dari politik perpajakan yang tidak memihak selama Menteri Keuangan yang dulu, Bu Sri Mulyani,” cetus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan lima fatwa dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI yang digelar selama empat hari pada 20-23 November 2025 di Ancol, Jakarta Utara. Lima fatwa MUI tersebut menyoroti keuangan, salah satunya berkaitan dengan pajak berkeadilan.
Dalam pemberitaan media, Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am, terkait pajak berkeadilan mengatakan bahwa pada dasarnya pajak bukan cara elok untuk mensejahterakan rakyat. Karena dalam Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 menegaskan, pengelolaan sumber daya di Tanah Air adalah cara yang utama.
“Negara wajib bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, artinya hubungan antara negara dan juga rakyat ini kontrak sosial untuk kepentingan perwujudan kesejahteraan melalui pendayagunaan kekayaan negara,” kata Asrorun saat ditemui awak media pada penutupan Munas MUI, Sabtu (22/11/2025).
