Perbedaan Panitia Zakat dengan Amil Zakat Dilihat Dari Perspektif Fiqih

$rows[judul] Keterangan Gambar : Joko Widikdo, S.Pd (Kiri) Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PRM Pondok Jagung saat Mensosialisasikan Zakat dan Pentingnya Legalitas Panitia Zakat

Tangselmu - Sudah menjadi hal yang biasa di tengah masyarakat kita bila mendekati hari raya Idul Fitri, maka Pengurus Masjid/ Musholla dan RT, RW setempat membentuk semacam Panitia Zakat Fitrah.

Inisiatif Masyarakat yang amat penting untuk diapresiasi, merekapun bisa kita sebut sebagaimana sukarelawan yang ikut membantu memudahkan masyarakat dalam menitipkan zakatnya. 

Meski zakat fitrah dalam pelaksanaanya dapat langsung diserahkan muzakki, keberadaan Panitia Zakat diakui mampu menjangkau sebaran zakat fitrah di wilayah sekitar dengan lebih maksimal, sehingga asas pemerataan zakat bisa terpenuhi.

Kegiatan yang baik ini mesti ditempatkan secara tepat berdasar timbangan fiqih (takyif), Penempatan ini terkait status mereka secara fiqih, apakah dapat dinamai Amil Zakat atau tidak.

Status panitia ini akan menjadi pijakan hukum yang sangat bergantung kepada status mereka dalam mengumpulkan serta menyalurkan Zakat dari Muzakki.

Yaitu, Jika Panitia penyaluran Zakat masuk kategori Amil, berarti mereka berhak atas Zakat, karena menjadi bagian sah dari mustahik (penerima zakat). Begitu juga sebaliknya, jika mereka tidak masuk kategori Amil, berarti tidak berhak atas bagian penerima Zakat

Dalam menentukan status ini, konsepsi Fiqih Syafi'i akan dijadikan landasan teori dalam analisis saya, meski Fiqih Madzhab lain pun hampir sama, baik dengan mengajukan diri, atau yang ditunjuk langsung oleh pemerintah.  

العامل من استعمله الإمام إلخ أي كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعها

Salah satu poin pentingnya adalah legalitas pemerintah. Pengurus Zakat yang ditetapkan pemerintah, berhak menyandang status Amil dan otomatis memiliki hak serta kewajiban yang menyertainya

Mereka biasa kita namai Panitia Zakat, atau Sukarelawan Zakat (Mutabarri'), atau secara Fiqih bisa ditakyif sebagai wakil/ wakalah.

Jadi terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara Amil dan wakil, diantaranya:

1. Zakat yang diserahkan kepada wakil/wakalah/panitia zakat yang tidak mendapat pengesahan dari Pemerintah (Bukan Amil) maka tidak otomatis bebas dari kewajiban zakat, sampai zakat tersebut benar-benar sampai kepada penerima (mustahik). Artinya, jika wakil/panitia zakatnya tidak amanah, kewajiban zakat belum tertunaikan

2. Sedangkan jika diserahkan kepada Amil atau lembaga resmi zakat yang sudah di sahkan oleh Pemerintah seperti BAZNAS, LAZ, UPZ dan yang lainnya, maka dengan menyerahkan kepada mereka dengan sendirinya kewajiban zakat tertunaikan. 

Hal ini sesuai dengan penjelasan Imam Nawawi dalam Majmu': 

قال أصحابنا: تفريقه بنفسه أفضل من التوكيل بلا خلاف؛ لأنه على ثقة من تفريقه بخلاف الوكيل، وعلى تقدير خيانة الوكيل لا يسقط العرض عن المالك لأن يده كيده فما لم يصل المال إلى المستحقين لا تبرأ ذمة المالك، بخلاف دفعها إلى الإمام فإنه بمجرد قبضه تسقط الزكاة عن المالك 

Artinya, Panitia Zakat / Wakil tidak lebih hanya sebagai kepanjangan tangan muzakki (pemberi zakat), karena itu ia tidak berhak mencampur-campur beras zakat dengan beras lainnya. Yang banyak ditemui di lapangan, karena Panitia Zakat Fitrah adalah mereka yang tidak diangkat pemerintah atau bukan UPZ, sehingga tidak masuk kategori Amil tetapi hanya sebatas sukarelawan penyalur zakat, yang setelah momen puasa selesai, selesai juga peran dan tugas mereka.

Wallohua'lam

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)