Anggota Himpunan Disabilitas Muhammadiyah Jakarta Ikuti Sosialisasi Anti Kekerasan Seksual

$rows[judul] Keterangan Gambar : PWM HIDIMU Jakarta seusai mengikuti Sosialisasi Anti Kekerasan Seksual, Jumat (18/10/2024).

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) melakukan sosialisasi anti kekerasan seksual dan pelecehan seksual di lingkungan Pimpinan Wilayah Himpunan Disabilitas Muhammadiyiah (PW HIDIMU), Jumat (18/10/2024).

Kegiatan itu merupakan program pengabdian kepada masyarakat yang diketuai dosen Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UMJ Dr. Ati Kusumawati, M.Si., Psikolog.

Sosialisasi ini bertujuan meningkatkan kesadaran tentang kerentanan penyandang disabilitas terhadap kekerasan seksual serta langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.

Para peserta menyimak pemaparan dari narasumber yang merupakan ahli di bidangnya. Dr. Rika Sa’diyah, sebagai moderator mengawali sosialisasi dengan menjelaskan terkait kerentanan penyandang disabilitas terhadap kekerasan seksual.

Rika menekankan pentingnya pemberian perlindungan ekstra bagi kelompok ini, dengan memastikan mereka mendapatkan dukungan serta akses ke informasi dan layanan yang memadai. Oleh karena itu, pencegahan kekerasan seksual terhadap difabel harus menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah.

Narasumber terdiri dari dosen FIP UMJ Dr. Mas Roro Diah Wahyu Lestari, M.Pd., dan Dr. Ati Kusumawati, M.Si., Psikolog.

Pada kesempatan itu, Mas Roro mengajak seluruh peserta memahami pentingnya sikap asertif dan berani berkata "tidak" terhadap segala bentuk pelecehan seksual. "Pelecehan seksual tidak selalu berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga bisa dalam bentuk tindakan yang tidak berizin dan melanggar privasi," jelasnya.

Selain itu, Mas Roro juga menyoroti pentingnya pendidikan seksualitas yang inklusif bagi penyandang disabilitas agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi diri dari situasi berisiko.

"Edukasi seksualitas tidak hanya bermanfaat untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga membantu penyandang disabilitas dalam mengenali batasan personal mereka dan hak-hak tubuh mereka," tambahnya.

Sementara itu, Ati pentingnya sosialisasi kepada masyarakat, terutama bagi kelompok rentan. Ia menekankan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, dan bagi yang memiliki anggota keluarga disabilitas, perlu memahami dengan jelas cara pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

"Kekerasan dan pelecehan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai isu ini," ujar Ati Kusmawati.

Ia berharap melalui sosialisasi ini, masyarakat lebih waspada dan terlibat aktif dalam upaya pencegahan kekerasan seksual, terutama terhadap penyandang disabilitas yang lebih rentan menjadi korban.

 

Ia menerangkan, output utama dari sosialisasi adalah terbentuknya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di lingkungan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta. Satgas ini akan dikawal oleh Majelis Pelayanan Kesejahteraan Sosial (MPKS) PWM DKI Jakarta.

Dalam kesempatan yang sama, Drs. Iqbal Rais, Ketua MPKS PWM DKI Jakarta, mengapresiasi penuh kegiatan ini. Ia setuju dengan terbentuknya Satgas PPKS sebagai langkah konkret dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di kalangan penyandang disabilitas.

MPKS PWM DKI Jakarta, kata Iqbal akan membahas lebih lanjut rencana pembentukan Satgas dalam rapat kerja.

"Kami akan menyampaikan hasil dari kegiatan ini dalam rapat MPKS dan memastikan pembentukan Satgas PPKS ini sejalan dengan program pelatihan relawan sosial yang telah terlaksana beberapa waktu lalu," ujar Iqbal Rais.

Ia menambahkan, program ini akan menjadi agenda penting bagi MPKS PWM DKI Jakarta ke depan, sebagai bagian dari upaya lebih besar untuk melindungi kaum rentan dari kekerasan seksual serta memberikan pendampingan yang layak.

Acara sosialisasi ini mendapatkan sambutan positif dari peserta. Mereka merasa mendapat wawasan baru terkait pencegahan kekerasan seksual.

"Acara ini sangat membuka mata kami tentang kerentanan difabel terhadap kekerasan seksual dan cara kami, sebagai masyarakat, bisa berperan dalam melindungi mereka," ungkap salah satu peserta yang hadir.

Harapan besarnya kegiatan serupa terus digalakkan dan dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan tenaga profesional sangat diperlukan untuk mencegah kasus kekerasan seksual dan memberikan perlindungan yang optimal bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)